Term

Artikel dalam blog ini adalah karya asli penulis. Beberapa artikel pernah penulis unggah diblog yang lain sebelumnya, yang pada saat ini blog tersebut telah penulis hapus. Disamping itu, sebagian juga merupakan pindahan tulisan dari web geo.fis.unesa.ac.id mengingat keterbatasan space pada web tersebut. Pembaca diijinkan untuk menyitir artikel dalam blog ini, tetapi wajib mencantumkan nama blog ini sebagai sumber referensi untuk menghindari tindakan plagiasi. Terimakasih

Tuesday, June 9, 2015

Swallow Hole (Swallet/Ponor) di Karst Rengel, Kabupaten Tuban

Tulisan ini adalah karya asli dari Saudara Asyroful Mujib, M.Sc. hasil penelitiannya bersama Saudari Tri Rafika Dyah Indartin, M.Sc. di wilayah kart Rengel, Tuban, sebagai pengaya referensi bentang lahan karst di Pulau Jawa. Karst Rengel adalah salah satu wilayah karst di Pulau Jawa bagian utara.

Salah satu karakteristik kawasan karst adalah sedikit ditemukannya aliran permukaan. Aliran permukaan ini akan banyak kita temukan saat musim hujan, karena air hujan yang jatuh akan segera menjadi aliran langsung (direct runoff) dan sebagian besar terinfiltrasi ke dalam tanah. Proses infiltrasi air hujan di permukaan karst melalui dua cara yang berbeda, yaitu (1) diffuse infiltration, proses infiltrasi yang sangat lambat melalui pori-pori batuan, dan tersimpan di zona epikarst dalam waktu yang lama; dan (2) internal runoff, aliran permukaan dari air hujan yang tertampung di cekungan tertutup (doline) akan terkonsentrasi masuk melalui rekahan yang lebih besar, dan air dengan volume melimpah akan masuk ke dalam akuifer karst dengan cepat. Kedua tipe infiltrasi ini akan memberikan pengaruh yang berbeda pada sifat aliran, kandungan kimiawi airtanah, dan proses pelarutan di dalam akuifer karst (White, 1999, 2002; Bakalowicz, 2005).
Celah atau rekahan di permukaan karst yang berperan sebagai jalur utama masuknya air permukaan ke bawah tanah disebut sebagai Swallow hole (swallet), dalam bahasa slovenia dikenal dengan istilah Ponor (Bonacci, 1987, 2013; White, 1988). Field (2002) dalam Bonacci (2013) mendefinisikan ponor sebagai lubang atau celah di bagian bawah atau samping depresi di mana aliran permukaan atau danau mengalir baik sebagian atau seluruhnya ke dalam sistem air bawah tanah karst. Ponor biasanya terletak dekat dengan ujung atau pada titik terendah dari doline atau Polje.
Beberapa bentuk dan ukuran ponor diantaranya (1) celah besar di mana sungai permukaan secara tiba-tiba masuk ke dalam tanah baik secara vertikal maupun horizontal; (2) Gua; dan (3) Lubang atau pits (White, 1988). Milanovic (1981) dalam Bonacci (2013) menyebutkan pula bahwa fenomena bawah permukaan seperti Jamas (shafts, celah dengan dimensi yang lebih besar), lorong (channel), Gua, bahkan bidang perlapisan (bedding plane) bisa menjadi ponor.
Istilah swallow hole, swallet, dan ponor merupakan istilah ilmiah yang jarang dikenal oleh masyarakat Indonesia. Hampir sebagian besar daerah di Indonesia memiliki istilah lokal masing-masing untuk menyebut fenomena karst permukaan, khususnya di daerah Tuban, Jawa Timur, Ponor akan kita kenal dengan istilah (1) User artinya air yang bergerak memutar dan kemudian hilang, dan (2) Song artinya lubang atau gua kecil.

Indartin (2014) menyebutkan bahwa ponor/user yang terdapat di Karst Rengel, Kabupaten Tuban sebanyak 20 (dua puluh) tempat dengan berbagai bentuk dan ukuran. Beberapa kondisi ponor di Karst Rengel ditampilkan pada Gambar 1
Ponor di Dusun Telo, Desa Menyunyur (Indartin, 2014)

Song 1 di Dusun Ngesong, Desa Ngandong (Indartin, 2014)

User Pencol di Dusun Pencol, Desa Ngandong (Mujib, 2015)

User Pencol di Dusun Pencol, Desa Ngandong (Mujib, 2015)

User 4 di Dusun Grabagan (Survei lapangan Mujib dan Indartin, 2014)

User 5 di Dusun Grabagan (Survei lapangan Mujib dan Indartin, 2014)
Seluruh ponor di Karst Rengel berdasarkan fungsi hidrologisya adalah sebagai lubang masuknya atau hilangnya aliran permukaan. Sebagian besar ponor berada pada lahan ladang/tegalan jagung. Beberapa ponor mendapatkan perlakuan seperti adanya pembatas berupa batu di tepian lubang ponor, hal tersebut ditujukan untuk menghindari terporosoknya penduduk ke dalam lubang ponor. Namun tidak sedikit pula ponor yang digunakan sebagai tempat pembuangan sampah oleh penduduk sekitar.
Ponor akan banyak memainkan perannya saat musim hujan sebagai lubang masuknya aliran permukaan, namun ponor juga memiliki kapasitas maksimum (maximum swallow capacity), jika ponor sudah mencapai batas ini maka aliran permukaan tidak akan lagi bisa masuk dalam akuifer sehingga akan tergenang dan membanjir areal sekitarnya. Bonacci (2001) menjelaskan bahwa Kapasitas maksimum ponor dipengaruhi secara lokal dan regional, faktor yang mempengaruhinya adalah (1) muka airtanah di doline atau polje sudah tidak bisa lagi naik dalam batas dan level tertentu; (2) dimensi pelorongan dalam akuifer karst terbatas; dan (3) aliran airtanah berada di bawah zona tertekan. Ketika terjadi hujan dengan intensitas tinggi dalam durasi yang lama bisa dipastikan doline di sekitar ponor akan banjir.  Beberapa contoh kapasitas maksimum ponor di Eropa yang telah dihitung dan ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kapasitas maksimum ponor di Eropa
No
Nama Ponor
Negara
Kapasitas Maksimum Ponor (m3/detik)
1
Popovo Polje
Bosnia and Herzegovina
300
2
Slivlje
Montenegro
120
3
Biograd
Bosnia and Herzegovina
110
4
Dula
Croatia
90
5
Doljasnica
Bosnia and Herzegovina
60
Sumber: Bonacci (2013:116)

Ponor atau user di Karst Rengel juga memiliki kapasitas maksimum, diantaranya di doline Desa Grabagan yang memiliki 5 user seperti yang ditampilkan pada Gambar 2. Kompleks 5 user di doline Grabagan ini berada pada elevasi 304-314 mdpal, sementara itu, sebagian besar ponor di Karst Rengel juga banyak ditemukan pada ketinggian di atas 250 mdpal, hal ini setidaknya dapat digunakan sebagai petunjuk bahwa ketinggian tempat di atas 250 mdpal dapat dianggap sebagai daerah imbuhan (Mujib, 2015).
Komplek lima user dalam satu wilayah dolin di Desa Grabagan
 Kelima ponor tersebut memiliki kapasitas maksimum yang berbeda meskipun dengan intensitas hujan yang sama. Seperti dicontohkan perbedaan yang terjadi antara saat periode bulan kering dan bulan basah pada 3 User (User 1, User 2, dan User 3). Setelah hujan tanggal 7 dan 8 Maret 2014 dengan intensitas rata-rata 200 mm/hari, User 2 dan User 3 telah mencapai kapasitas maksimumnya, sedangkan User 3 masih mampu menampung aliran permukaan yang masuk dengan mulut user yang berbentuk gua. Perbedaan kondisi pada 3 User antara saat bulan kering dan bulan basah ditampilkan pada Gambar 3.
 
User 1 (608421 mT, 9224201 mU), Ponor berupa gua berbatu dengan lebar mulut 2 meter, lahan sekitar berupa sawah tadah hujan. Kiri : 31 Desember 2013, Kondisi kering tidak berair. Kanan: 9 Maret 2014, Air dari saluran irigasi sawah sekitarnya masuk ke dalam ponor goa.
User 2 (608411 mT, 9224134 mU), lapisan tanah bagian atas cukup tebal, lebar ponor sekitar 1 meter, berada di bawah pohon bambu. Kiri : 13 Januari 2014, kondisi kering tidak berair. Kanan : 9 Maret 2014, air menjadi tergenang karena telah melebihi kapasitas.

Kiri : 13 Januari 2014, Lubang ponor dalam kondisi kering tidak berair. Kanan : 31 Januari 2014, Lubang ponor tertutup semak belukar dalam kondisi kering
User 3 (608381 mT, 9224041 mU), lubang ponor senantiasa berganti-berganti dalam 1 area, lebar lubang saat musim kering 0,5 meter, diameter area ponor 20 meter. Kiri: 31 Desember 2013, terdapat air yang masuk ke ponor dan diambil oleh penduduk untuk irigasi. Kanan : 9 Maret 2014, air menjadi tergenang karena telah melebihi kapasitas ponor, garis merah putus-putus adalah bekas muka air ketika debit puncak.
Kiri : 31 Desember 2013, kedalaman ponor dari lokasi pengambilan foto sekitar 3 meter. Kanan : 9 Maret 2014, pada titik pemotretan yang sama dalam kondisi tergenang.
Lubang Ponor di User 3 dari waktu ke waktu senantiasa berubah dalam jarak 1 atau 2 meter. Kondisi 3 ponor (user) saat bulan kering dan bulan basah (Mujib, 2015; survei lapangan Mujib dan Indartin, 2014).
Ponor tidak hanya berperan sebagai penghubung antara aliran permukaan dengan aliran air bawah tanah di akuifer karst, namun karena sifatnya yang mampu menerima air permukaan dalam waktu yang cepat dan volume yang besar, maka ponor juga berperan sebagai media masuknya sumber pencemar tanpa ada proses leaching (pencucian) dan pemurnian dari pori-pori tanah. Oleh karena itu, akuifer karst sangat rentan terhadap pencemaran yang berasal dari aktifitas manusia.

Daftar Pustaka
Bakalowicz, M. 2005. Karst groundwater: a challenge for new resources. Hydrogeology Journal 13: 148-160
Bonacci, O. 1987. Karst Hydrology, with special reference to the Dinaric Karst. Berlin Heidelberg: Springer-Verlag
Bonacci, O. 2001. Analysis of the maximum discharge of karst springs. Hydrogeology Journal Vol 9 (4): 328–338.
Bonacci, O. 2013. Poljes, ponors, and their catchments. In Shroder, J. (Editor in Chief), and Frumkin, A. (Ed.), Treatise on Geomorphology. San Diego, CA: Academic Press, Vol. 6, Karst Geomorphology. pp. 112-120.
Indartin, Tri Rafika Diyah. 2014. Analisis Kerentanan Intrinsik Air Tanah dan Risiko Pencemaran di Karst Rengel, Kabupaten Tuban. Tesis tidak dipublikasikan. Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.
Mujib, M. Asyroful. 2015. Analisis Karakteristik dan Tingkat Karstifikasi Akuifer Karst di Sistem Mataaair Ngerong, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban. Tesis tidak dipublikasikan. Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.
White, W.B. 1988. Geomorphology and Hydrology of Karst Terrain. New York: Oxford University Press.
White, W.B. 1999. Conceptual models for karstic aquifer. In Karst Modelling. Karst water institute special publication 5.
White, W.B. 2002. Karst hydrology: recent development and open question. Engineering Geology. Vol 65: 85-105

Friday, May 29, 2015

Karakteristik ponor Sawahombo Gunungsewu

Ponor adalah satu fitur karst permukaan dimana air dapat masuk ke dalam sistem jaringan air bawah permukaan. Ponor banyak terbentuk di area cekungan Sawahombo Kecamatan Ponjong Gunungkidul. Secara visual diameter ponor berkisar antara 30 cm hingga satu meter. Bagian atas corong dari ponor tersebut dapat melebar hingga diameter beberapa puluh meter. Air yang masuk ke dalam ponor tersebut mengerosi tanah yang dilewatinya, sehingga proses pelebaran corong bagian atas ponor terus terjadi ketika terdapat air larian permukaan dalam jumlah besar. Pengikisan tanah akan efektif terjadi pada ponor-ponor yang tidak tertutup. Air dapat mengalir dengan deras sehingga kekuatan air menggerus tanah cukup besar.


Pada beberapa bagian lain terdapat ponor yang tertutup tanah, sehingga proses masuknya air terjadi dengan lambat. Pada ponor-ponor seperti ini proses pelebaran corong permukaan ponor tidak efektif. Bentuk permukaan corong ponor biasanya memanjang linear dengan arah aliran air datang. Vegetasi kecil seperti rerumputan cukup membantu memperlambat proses penggerusan tanah, sehingga luas corong ponor tidak cepat meluas.



Ponor berbentuk sumuran terjadi ketika ponor terbentuk oleh proses pelebaran rekahan vertikal karst. Tidak banyak terdapat tanah penutup pada ponor seperti ini. Batuan karst secara visual tersingkap ke permukaan. Air meteorik ataupun air permukaan dapat bersinggungan langsung dengan batuan tersebut dan selanjutnya masuk ke dalam lorong vertikal di bawah ponor tersebut.



Pada beberapa bagian lain yang tidak tergerus oleh air, tanah di Sawahombo ini dimanfaatkan oleh penduduk untuk bercocok tanam seperti padi dan palawija. Beberapa bagian dari area Sawahombo ini dimanfaatkan dengan penanaman tanaman kayu seperti sengon laut. Air banyak menggenang pada beberapa bagian ketika musim penghujan, dan kering ketika memasuki musim kemarau.  Namun demikian para petani kecil penggarap lahan ini, secara periodik terus melakukan pengolahan dan usaha meminimalisasi kehilangan tanah dengan cara membuat tumpukan-tumpukan batu yang dapat menghalangi laju kecepatan aliran air, sehingga kekuatan air menggerus tanah menjadi berkurang.


Thursday, March 26, 2015

Gunungsewu Saat Ini


Wilayah Gunungsewu sering diidentikkan dengan daerah gersang yang tandus, sulit air, dan sepi. Masyarakat luar Gunungsewu sering merasa enggan untuk masuk wilayah ini karena terbayang sulitnya aksesibilitas antar lokasi. Untuk menuju suatu tempat harus naik turun bukit dan meniti bebatuan karst yang tajam. Julukan “Wong Gunungsewu cedak watu adoh ratu” adalah satu seloroh yang sangat umum pada masyarakat Gunungsewu pada jaman dahulu. Satu ungkapan yang mengkiaskan perasaan jauhnya perhatian pemerintah pada masyarakat Gunungsewu waktu dulu.
Visualisasi tersebut sepertinya pada saat ini sedikit-demi sedikit berubah dengan berbagai pembangunan yang terus digerakkan di wilayah Gunungsewu dan sekitarnya. Fasilitas air minum yang dibangun pemerintah seperti proyek Bribin I ataupun Bribin II merupakan hasil pembangunan pemerintah yang sangat signifikan mengubah bayangan masyarakat Gunungsewu yang sulit air. Air didistribusikan melalui jaringan pipa-pipa ke seluruh area Gunungsewu dan sekitarnya, sementara air dipompa dari berbagai sungai bawah tanah seperti SBT Bribin tersebut. Pengelolaan air ini dilakukan oleh pemerintah melalui PDAM.
Fasilitas jalan yang ada banyak yang sudah dalam kondisi baik. Jalan tingkat nasional telah terbentang dari ujung barat hingga ujung timur Gunungsewu, walau pada sebagian ruas kondisinya masih perlu diperbaiki. Fasilitas ini sangat banyak berperan terhadap kemajuan wilayah Gunungsewu seperti perkembangan pariwisata yang berkembang luar biasa pada akhir-akhir ini. 
Pariwisata adalah satu sektor yang saat ini menjadi andalan pembangunan bagi pemerintah Gunungkidul. Obyek-obyek fitur karst dan pantai dioptimalkan menjadi obyek tujuan wisata yang memiliki daya tarik luar biasa. Kunjungan wisata ke berbagai obyek wisata Gunungsewu sangat tinggi, terutama pada hari-hari libur dan hari besar nasional. Perkembangan ini tentu menjadi berkah yang luar biasa bagi masyarakat Gunungsewu dan benar-benar telah mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Pendidikan masyarakat rata-rata mulai beranjak dari hanya pendidikan dasar menjadi sekolah menengah dan bahkan telah banyak yang mengenyam pendidikan tinggi. Tidak sedikit masyarakat Gunungsewu dan sekitarnya telah memiliki gelar kesarjanaan terutama bagi penduduk yang lahir setelah tahun 70an. Sarjana yang pada saat dulu adalah gelar yang sangat “berkilau” bagi masyarakat Gunungsewu dahulu kala, kini lebih dipandang secara proporsional. Banyak pula pendatang ke daerah Gunungsewu dengan strata pendidikan tinggi karena penempatan kerja, keluarga, atau perkawinan. Dengan peningkatan strata pendidikan rata-rata masyarakat ini, nampak masyarakat Gunungsewu tidak jauh berbeda dengan kondisi masyarakat di wilayah sekitarnya seperti Bantul dan Sleman.
Rasa kekeluargaan diantara masyarakat Gunungsewu adalah satu hal yang sangat terjaga hingga kini. Budaya gotong-royong, saling bantu dengan sesama, hormat-menghormati, menjaga kesantunan dan kesopanan masih sangat kental dalam kehidupan masyarakat Gunungsewu. Pedoman “karo tangga kudu pager piring dudu giring” cukup melandasi kokohnya ikatan kekeluargaan dan bertetangga. Sehingga sangat tidak heran jika penduduk saling kenal dengan baik hingga diluar batas-batas administratif desa. Bahkah sering dalam satu kelompok pemukiman hampir seluruhnya memiliki ikatan atau alur keluarga yang masih jelas. Rasa kekeluargaan ini masih sangat terasa walaupun penduduk Gunungsewu tersebut telah pergi merantau ke luar daerah. IKG (Ikatan Keluarga Gunungkidul) adalah satu organisasi yang menjadi contoh perwujudan kentalnya perasaan kekeluargaan tersebut walaupun mereka telah pergi merantau. Komunikasi selalu terjaga dengan baik diantara mereka.
Pertanian adalah mata pencaharian utama sebagian besar masyarakat Gunungsewu. Walaupun jika dilihat dari sisi kuantitas, pertanian yang dilakukan tidaklah dalam skala yang besar, tetapi tetap merupakan penyangga kehidupan sebagian besar masyarakat terutama pada musim-musim penghujan. Ketika musim kemarau, lahan pertanian ditanami sedikit palawija, dan mereka mulai menggarap pekerjaan pertukangan dan pekerjaan lain apa adanya. Bagi sebagian masyarakat yang telah memiliki pekerjaan tetap seperti pegawai negeri atau swasta ataupun usaha mandiri, pertanian dijadikan sebagai pekerjaan sampingan. Keterbatasan alam ini menjadikan mereka harus selalu beradaptasi dengan musim tersebut. Pertanian hanya dapat dilakukan pada lahan-lahan yang memiliki tutupan tanah seperti dasar cekungan atau lereng perbukitan yang di teras. Ternak seperti sapi dan kambing menjadi andalan tabungan keluarga bagi sebagian besar masyarakat Gunungsewu. Hasil kerja utama baik dari pertanian atau pekerjaan lainnya sering diwujudkan menjadi ternak tersebut. Oleh karena itu banyak ditemui kandang-kandang sapi atau kambing di sebagian rumah penduduk Gunungsewu. Namun demikian, ternak ini sebagian dipelihara secara temporal yang artinya, ketika ketersediaan pakan sulit maka ternak tersebut harus dijual. 
Masyarakat Gunungsewu adalah masyarakat yang sangat toleran terhadap sesama. Perbedaan-perbedaan atribut sosial tidak terlalu dipusingkan bagi masyarakat. Bagi mereka yang terpenting adalah bagaimana seseorang tersebut mampu “ajur ajer” terhadap lingkungan, peka terhadap apa yang diinginkan oleh masyarakat, dan selalu siap bekerjasama dengan orang lain. Komunikasi yang akrab dan sopan, tidak terlalu memperlihatkan kelebihan dan keunggulan pribadi menjadi kunci keberhasilan bermasyarakat di wilayah Gunungsewu ini. Pandangan yang bermacam-macam atas sesuatu hal sering muncul mengingat latar belakang pendidikan dan kondisi sosial, namun musyawarah menjadi ujung penyelesaian yang lumrah bagi masyarakat Gunungsewu.