Ketika berjalan
di wilayah karst Gunungsewu, sering terlihat perbukitan dengan lapisan tanah yang
relatif tidak tebal. Satu hal yang menarik adalah terdapatnya dua golongan
besar warna tanah pada wilayah tersebut, yaitu golongan warna tanah merah dan
golongan warna tanah hitam. Secara umum
nampak jelas perbedaan warna tanah tersebut. Golongan warna tanah hitam mendiami sebagian besar wilayah di lingkungan formasi Kepek, sementara golongan warna merah sebagian tersebar di bagian perbukitan formasi Wonosari.
Secara vertikal juga terdapat perbedaan tingkat kecerahan warna tanah. Tanah pada posisi puncak dan
lereng perbukitan nampak lebih kelam, sementara tanah di dasar lembah nampak
lebih merah.
Golongan fraksi tanah merah |
Golongan fraksi tanah hitam |
Tanah pada dasar lembah (kiri) tanah pada puncak bukit (kanan)
Hal ini
sejalan dengan temuan dari Mulyanto (2008a, 2008b), dan Mulyanto dan Surono
(2009). Disebutkan bahwa faktor topografi dan porositas sekunder menjadi
pengontrol warna tanah tersebut. Warna tanah tidak dipengaruhi oleh kandungan
mineral besi dan mangan seperti pada umumnya, namun lebih karena intensitas pelindian
yang efektif.
Lebih jauh
Mulyanto (2008a) menyatakan bahwa tanah-tanah merah tersebut bukan berasal dari
sisa pelarutan batu gamping (kecuali napal) tetapi berasal dari material
volkanik. Dugaan tersebut didasarkan
oleh fakta-fakta seperti :
·
batas yang tegas antara tanah dengan batuan
yang membawahinya,
·
komposisi mineral pada batuan mayoritas berupa
kalsium karbonat, sedikit kuarsa, sangat sedikit oksida besi dan tidak
memperlihatkan mineral silikat sebagai komponen pembentuk tanah.
· Pada fraksi pasir memperlihatkan labradorit
dan mafik, sementara itu pada fraksi lempung menunjukkan adanya feldspar dan
kritobalik. Komposisi mineral pada fraksi pasir ataupun lempung tersebut adalah
merupakan mineral volkanik.
Jika tanah yang ada pada kawasan karst
Gunungsewu adalah bukan dari hasil lapukan batuan yang mendasarinya (batuan yang
membentuk bentang lahan karst), tetapi berasal dari sumber lain, sementara itu
sifat karst yang memiliki porositas sekunder besar, sangat memungkinkan terjadinya
proses penghilangan tanah penutup batuan karst tersebut. Proses ini bisa
terjadi oleh akibat erosi yang berlebihan oleh agen air pada kondisi tanah
tidak tertutup. Bahaya jangka panjang tentulah dapat terjadinya desertifikasibatuan karst di wilayah Gunungsewu, dimana seluruh bentang lahan karst berubah menjadi padang batu. Apalagi pada saat ini banyak terjadi
aktifitas pembukaan epikarst oleh aksi penambangan batu gamping. MARI INI SEMUA KITA RENUNGKAN .......!!!!!!
Pustaka :
Mulyanto, D., 2008a. Studi
ketidakselarasan antara tanah dan batuan karbonat yang membawahinya pada jalur
Baron-Wonosari Gunungkidul, Agrin. Vol. 12. No. 2.
Mulyanto, D., 2008b. Kajian
kelimpahan mineral-mineral tanah pada mikro toposekuen Karst Gunungsewu
Pegunungan Selatan. J. Tanah Trop. Vol. 13. No 2. Hal. 161-170.
Mulyanto, D., dan Surono, 2009.
Pengaruh topografi dan kesarangan batuan karbonat terhadap warna tanah pada
jalur Baron-Wonosari Kabupaten Gunungkidul, DIY. Forum Geografi. Vol. 23. No.
2. Hal. 181-195.
2 comments:
Artikel yang menarik dan bagus, selanjutnya dari mana asal tanah itu?
Jos, pas mantap artikelnya
Kunjungi juga www.mapsgps.blogspot.com
Post a Comment